Sunday, August 5, 2012

Saweran KPK untuk Legislator Sajalah....

Saweran KPK untuk Legislator Sajalah.....


Oleh
ROHMAN BUDIJANTO*


HAMPIR seragam opini terkait gerakan pengumpulan saweran untuk gedung KPK. Gerakan itu dimaknai sebagai kemarahan rakyat kepada orang-orang di DPR. Orang-orang yang resmi disebut wakil rakyat itu dianggap tak peka, bahkan bertingkah mencurigakan. Saweran itu lebih sebagai protes daripada bersungguh-sungguh mengumpulkan uang sekian puluh miliar rupiah untuk mendirikan gedung KPK yang baru.

Lagi pula, sudah ada kerepotan legalitas. KPK tak mungkin menerima langsung saweran masyarakat karena dinilai sebagai gratifikasi alias korupsi juga. Solusi penasihat KPK Abdulah Hehamahua, agar uang tersebut digunakan LSM untuk kampanye antikorupsi jelas tak klop dengan tujuan awal gerakan itu. Tujuannya mengegolkan pembangunan gedung.

Mari berfokus ke problem utama, yakni tanda bintang di APBN, penyebab ter sanderanya duit gedung KPK. Kita upa yakan agar uang saweran itu bisa meng hapus tanda bintang itu. Memang, haki katnya APBN itu uang rakyat. Uang kita semua dari aneka pajak. Tetapi, wewenang pengeluarannya telanjur kita berikan kepada DPR dan pemerintah. 

Debat Tak Seimbang
Rasanya semua argumen sudah dikemukakan agar legislator melepas tanda bintang itu. Intinya, rakyat sedang kesal dengan korupsi dan ingin memberikan fasilitas yang memadai bagi KPK, lembaga antikorupsi yang paling serius sepanjang 67 tahun re publik ini. Tapi, kita tahu, semua argumen itu tak bisa mengubah sikap anggota DPR. 

Rakyat hanya punya argumen. Tapi, DPR punya argumen plus kuasa. Bahkan, kalau tak punya argument pun, pemilik kuasa akan menang. Kuasa itu memang dari rakyat, tapi sudah telanjur kita berikan kepada para wakil yang kini duduk di Senayan. Yah, ra sanya ini memang seperti orang mem berikan surat kuasa kepada orang lain agar menguruskan kepentingannya, tapi ternyata si penerima kuasa tak men jalankan kuasanya sesuai dengan kei nginan pemberi kuasa. Apa boleh buat?

Kalau lewat bahasa argumen buntu, coba kita cari ’’bahasa’’ lain. Sebaiknya uang hasil saweranuntuk gedung KPK itu digunakan untuk para legislator. Melihat pengalaman, ’’bahasa fulus’’ ini lumayan ampuh. Sudah terungkap banyak oleh KPK tentang penggunaan ’’bahasa fulus’’ ini untuk melenyapkan segala ’’bintang’’ atau untuk meraih tujuan di DPR.

Yang mutakhir, kasus dugaan korupsi pengadaan mushaf Alquran oleh tersangka Zulkarnaen Djabar (legislator Partai Golkar). Yang paling heboh kasus percaloan wisma atlet yang merenggut kehormatan M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh (Partai Demokrat). Juga ada percaloan anggaran oleh tersangka Wa Ode Nurhayati (legislator PAN). Kasus suap ramai-ramai juga ada, yakni terkait pemilihan Miranda Gultom sebagai deputi senior gubernur BI (melibatkan komplotan legislator lintas partai). Perlu diingat juga kasus korupsi Badan Pengawas Tenaga Nuklir atau Bapeten (melibatkan legislator PAN Noor Adenan Razak). Itu beberapa contoh betapa ’’bahasa fulus’’ sangat fasih dilafalkan kaum legislator. 

Saweran Subsidi Dewan
Siapa tahu, mereka tak punya waktu membahas anggaran gedung KPK itu karena jam kerja di gedung DPR habis untuk membahas kepentingan rakyat yang ’’lebih penting’’. Maka, perlu kita sewakan hotel yang mewah agar mereka lebih tenang membahas anggaran KPK. Kalau mereka harus lembur di luar jam kerja atau hari libur, biar kita saweran menanggung ’’uang lembur’’ sidang itu. Kasihan bukan kalau para wakil rakyat itu tak diberi ’’uang lembur’’?

Siapa tahu, mereka juga ditarget oleh partainya untuk menyumbang. Nah, uang saweran itu kita gunakan untuk menyumbang partai atas nama si legislator. Meskipun kebanyakan hanya buka kantornya setiap lima tahun di sekitar musim pemilu, rupanya partai tetap sangat membutuhkan ba nyak uang. Entah untuk apa, kita memang belum tahu karena tak ada laporan pertanggungjawabannya yang memadai.

Siapa tahu pula mereka membutuhkan studi banding untuk menghilangkan tanda bintang anggaran gedung KPK. Dengan uang saweran, kita kirim para legislator itu untuk studi banding. Silakan memilih. Ke Hongkong, Monako, Makau, Las Vegas… terserah. Kita belikan tiket kelas bisnis dan hotel bintang lima di negara-negara tujuan. Kalau perlu, biar mereka lebih tenang dalam studi banding, kita belikan tiket pula untuk keluarganya. Kita hargai rasa sayang mereka kepada keluarga (alangkah mengharukan, saking sayangnya ada anak kandung diajak korupsi).

Anggaran studi banding DPR memang cukup banyak dan tak pernah ada tanda bintang, tetapi siapa tahu butuh lebih banyak? Kasihan kan kalau legislator kita kurang wawasan internasional tentang menghapus tanda bintang untuk pemberantasan korupsi? 

Bukankah UML (upah minimum legislator) sudah Rp 51,5 juta per bulan plus berbagai fasilitas? Ya, benar. Tapi, kan masih kurang? Buktinya, banyak yang masih ’’mengerjai’’ APBN. Maka, mari kita beri subsidi agar mereka lebih sejahtera. Kalau mereka sejahtera, kita akan bangga karena kesejahteraan itu setidaknya mewakili rakyat yang belum sejahtera.

Yuk, saweran untuk legislator agar mau membebaskan dana gedung KPK dari sandera bintang.
*) Senior editor Jawa Pos,
direktur eksekutif JPIP
Dikutip dari Kolom OPINI koran Jawa Pos, Senin 2 Juli 2012

No comments:

Post a Comment